Sunday, March 24, 2019

Resensi Film Tenggelamnya Kapal Vander Wijck

Sumber : Tokopedia

Judul film                       : Tenggelamnya Kapal Vander Wick
Sutradara & Produser    : Sunil Soraya
Produksi                         : Ram Soraya
Adaptasi Novel               : Buya Hamka
Pemeran                        : Herjunot Ali (Zainudddin), Pevita Pearce (Hayati), Reza Rahardian (Aziz), Randy Nidji (Muluk), Gesya Shandy (Khodijah Adik Aziz), Musra Dahrizal (Datuk Penghulu Adat), Nani Syamsu (Mak Tangah Limah Bibi Hayati), Ahmad (Adik Hayati), Iris Emiliana (Upiak Banun Sahabat Hayati), Nina Nadjamuddin (Ma’ Base).
Jenis Film                    : Drama, Adat atau Budaya

Resensi
            Tenggelamnya Kapal Vander Wijck adalah film yang diadaptasi dari novel karya buya hamka yang merupakan karya novelnya yang laris. Buya hamka mempunyai latar belakang seorang wartawan selain menulis novel Buya Hamka aktif menulis, beberapa karya beliau yang populer adalah tafsir Al-Azhar, buku trilogi yaitu tasawuf modern, Falsafah Hidup, dan Lembaga Hidup dan lain-lain. Buya hamka ini juga pernah menjabat MUI pada tahunnya Presiden Soekarno.
            Alur film ini bercerita tentang anak muda yang bernama Zainuddin yang tinggal bersama Mak base di Makassar yang ingin pergi merantau ke padang panjang tempat asal kelahirannya. Disana dia ingin juga menziarahi ke makam ayah, ibunya sekaligus belajar Agama disana. Di padang panjang sana dia menginap di rumah saudara dari ayahnya yaitu Mak Jamilah.
Di waktu pagi harinnya saat suami mak cik memperkenalkan tempat kelahiran asal ayahnya di desa batiupuh untuk melihat pemandangan desa yang indah tiba-tiba Zainuddin ini bertemu dengan gadis bunga desa yaitu cik hayati sedang naik kuda delman dan saling bertatapanlah mereka.
Pada saat Zainuddin selesai mengikuti pengajian agama cuaca saat itu sedang hujan, dia lihat cik hayati bersama temannya yang berteduh menunggu hujan reda akan tetapi hujan juga tak kunjung reda sedangkan sahabatnya ingin segera pulang kerana ada suatu urusan. Zainuddin melihat dirinya yang membawa payung bertindak langsung memberikannya kepada cik hayati. Awalnya cik hayati menolak akan tetapi ada warga pemilik rumah berkata “ati jangan tolak bantuan orang lain tak baik” dan akhirnya hayati menerima bantuan dan berkata “kemana saya harus mengembalikan payung ini”. Zainuddin menjawab “di rumah cik jamilah” lalu hayati pamit.
Mulai pada saat itu hayati dan zainuddin sering bertemu untuk mengirim surat. Konflik bermula ketika cik hayati dan zainuddin bertemu, dilihatnya mereka dari warga batipun untuk melaporkan kepada kepada ketua adat bahwa hayati dan zainudin sedang berduaan. Sontak ketua adat ingin mengusir Zainudin. Dimana adat disana suku minang harus di nikahkan dengan suku minang, sedangkan ketua adat menganggap zainudin bukan orang minang padahal ayahnya dari suku minang. Melihat ketidakadilan ini akhirnya Zainudin pergi dari kampung batipuh dan segera pindah ke kampung padang panjang yang sebelumya sudah disarankan oleh cik jamilah. Bertemulah zainuddin dengan pemilik rumah dan dari pemilik rumah itu memjpunyai seorang anak yang bernama Muluk.
Sebelum pergi Zainudin pamit terlebih dahulu dengan Hayati. Hayati berjanji akan setia dengan Zainudin bagaimanapun keadannya. Zainuddin minta dikasih azimat lalu dikasihkanlah kerudung yang dipakai Hayati untuk diberikan kepada Zainuddin. Dimana ketika nanti ajal sudah menjamput Zainuddin minta selendeng itu di taruhnya di atas kuburnya.
Pada suatu ketika Hayati mengirim surat kepada Zainuddin bahawa Hayati mendapat izin untuk pergi ke padang pajang menginap di rumah temannya. Mereka akan bertemu di tempat pacuan kuda. Hayati akhirnya datang ke rumah temannya dia bertemu dengan aziz kakak dari sahabat temamnnya itu. Aziz suka terhadap kecantikan Hayati dan keluargannya juga mendukungnya agar segera menikah. Lalu keluarga Aziz melamar Hayati untuk datang ke keluarganya, bersamaan dengan itu Zainudin juga mengirim surart lamaran kepada Hayati. Diadakannya rapat oleh ketua adat dalam rapat warga berselisih siapa yang cocok untuk meminang Hayati dan akhirnya ketua adat memutuskan Aziz untuk menikahi Hayati. Dipanggillah Hayati meminta persetujuan darinya dalam hati hayati sebenarnya dia tidak ingin menikah dengan Aziz, akan tetapi ketika saat ditanya Hayati diam saja dengan wajah menangis, lalu berkata “terserah kepada ketua adat”. Akhirnya Hayati dan Aziz menikah. Hayati sebelumnya sudah mengirim surat kepada Zainuddin untuk memutus hubungan mereka dan dia akan menikah dengan Aziz. Membaca kabar itu membuat remuk hati Zainuddin. Zainudin jatuh sakit bukan sakit secara fisik akan tetapi sakit dari batin yang yang luar biasa membuat dia menderita dan tidak mau makan. Keluarga Muluk mendatangkan tabib, tabib berkata “obatnya itu adalah dengan ketemu hayati walaupun sekali”. Diberitahukannya kepada Hayati dan bersedia menemui Zainuddin. Datanglah Hayati untuk menemui Zainuddin yang sedang menederita. Di raihlah tangan Hayati, dan dilihatlah tangannya ada cincin lalu Zainuddin tersadar dan bekata “bukan muhrim. Keluar sana semuannya.”
Bang Muluk selalu memberi motivasi kepada Zainuddin perlahan-lahan luka hati Zainudin sembuh. Muluk berkata “Kenapa engkau tidak menulis saja. Aku lihat tulisan engkau dikamar bagus-bagus”. Setelah mendapat motivasi dan saran dari Muluk. Zainudin mulai bangkit kembali. Mulailah Zainuddin ditemani Muluk untuk pergi berlayar ke Batavia karena kota yang di tempatinya menurut Zainuddin mengingatkan akan kepahitannya.
            Zainuddin mulai menulis buku dan dibawanya ke penerbit dan hasil tulisannya laris di pasaran. Zainuddin terus menulis sampai akhirnya dia mendapat tawaran dari perusaahn yang bergerak di bidang industri koran. Dimana industri tersebut tidak ada mengelola, dan ditwarkanlah kepada zainudin, dan nantinya hasilnya akan dibagi menjadi dua. Akhirnya diterima kerjasamannya. Zainuddin akhirnya memimpin perusaahn tersebut sekaligus dia menulis dan menerbitkan ditempat yang dia bekerja.
            Tiba-tiba terdengar pintu yang mengetuk pintu dibukalah oleh Hayati ternyata temannya dari desanya. Dia berbagi cerita diaman ada buku karangan gubahan Z yang cerinya mirip dengan Zainudin. Diberikanlah buku itu kepada Hayati.
Dibacalah buku itu. Pada suatu ketika Aziz pulang dari tempatnya bekerja. Aziz mengetuk pintu dimana hayati pada saat itu sedang tidur. Hayati tersadar dari tidurya dan meminta maaf bahwa dia telah ketiduran. Langsung Aziz marah. Pembantu memberitahu hari-hari ini Hayati sering baca buku. Hayati dan Aziz akhirnya pindah ke Surabaya.
Pada suatu ketika dalam sebuah acara Opera yang di ikuti oleh komunitas Sumatra. Dalam Opera tersebut ada pertunjukan drama. Drama tersebut di ambil dari cerita karya gubahan Z. Tak disangka-sangka dilihatnya oleh Aziz dan Hayati seorang penulis dari gubahan Z itu adalah sosok dari  Zainuddin saaat diperkenalkannya pengarang dari ide darama tersebut. Pada saat acara selesai pada acara ramah-tamah. Pandangan mereka bertemu bertemu yaitu Zainuddin dengan aziz. Lalu dihampirinya Aziz dan bersalamanlah mereka. Meraka berbasa-basi. Tiba-tiba Aziz punya ide untuk meminta tolong kepada Zainuddin untuk melunasi hutangnya, dan di tolonglah Aziz oleh Zainuddin.
Suatu saat Hayati sedang menyiapkan masakan. Aziz marah kepada Hayati masakan apa ini. Lalu Hayati menjawab abang tidak pernah memberi uang kepada bunda. Tiba-tiba datang seorang rentenir yang menagih hutang. Akhirnya Aziz dan Hayati menderita kemiskinan Aziz sudah tak punya tempat tinggal lagi. Rumahnya disita. Aziz minta bantuan kepada Zainudin untuk mnginap beberapa hari sampai Aziz memperoleh pekerjaan. Zainudin bersedia membatu aziz dengan ikatan sahabat. Berselang kemudia aziz sakit berselang dua minggu Aziz sudah tinggal bersama Zainuddin. Aziz tidak enak, malu jika menetep terus di rumah Zainuddin dia ingin bekerja keluar meskipun kondisi belum pulih sepenuhnya sedangkan Hayati meneteap di rumah Zainuddin.
            Hayati bertemu Muluk dan berkata ”apakah Zainuddin masih membenci saya bang Muluk kog saya tidak di perkenankan untuk masuk ke kamar Zainuddin”. “ Bukan begitu cik Hayati dia sudah merena dan tidak pernah beruntung hidupnya” ucap Muluk. “ Bukankah rumah ini,  dan kekayaan ini sudah membuat bahagia”. “Dia dilihat secara lahir kaya akan tetapi batin sangat merana”. Lalu masuklah Hayati dan diperlihatkanlah gambar Hayati yang ada dikamar. Hayati menangis teredu-sedu saat itu.
            Aziz mengirim surat ingin melepaskan Hayati berselang tidak lama Aziz bunuh diri dengan meminum racun. Dia telan racun itu dan akhirnya mati.
Hayati bertemu dengan Zainuddin berkata apakah engkau masih marah kepadaku Zainuddin. Hayati minta maaf atas segala perbuatan yang telah ia lakukannya. Dan zainuddin tidak mau memaafkan hatinya sudah dipenuhi rasa marah dan dendam. Diusirnya Hayati untuk kembali pulang ke kampungnya. Dengan biaya yang di tanggung oleh Zainuddin.
            Hayati di antar Muluk untuk pergi ke pelabuhan perasaan Hayati tidak enak seakan-akan kakinya tidak mau berpisah dengan bumi. Lalu naiklah Hayati dengan perasaan tidak enak itu. Pada saat perjalanan naik kapal, tiba-tiba ada suara yang berbunyin alarm penumpang panik. Kapal yang di naiki Hayati akhirmya tenggelam. Zainuddin tersadar dan menyesal bahwa apa yang dilakukannya salah, ia hendak menjemput hayati. Akan tetapi tiba-tiba dia mendapat kabar dari koran bahwa kapal yang ditumpangi Hayati itu tenggelam. Berangkatlah Zainuddin menuju tempat evakuasi para korban. Zainuddin mencari Hayati kesana-kemari satu persatu korban dilihatnya. Akhirnya ditemukanlah Hayati dalam keadaan krtits, karena kekurangan darah kata dokter. Tiba-tiba mata Hayati membuka sayup-sayup dan berkata “maafkanlah saya zanudin” dengan suara yagn terbata-bata. Zainuddin bersedia memafkan. Zainuddin tidak rela hayati untuk pergi. Hayati meinta Zainuddin untuk membacakan kalimah sayahadat sebelum pergi. Dibacalah dua kalimat syahadat di dekat telingannya. Hayati menirukan dengan terbata-bata. Hayati menutup mata untuk yang terakhirnya kalinnya.
            Zainuddin sudah belajar dari masa lalunya bahwa ketika dia sedang turun yang dia sadari haru bangkit, jatuh lalu bangkit terus Zainuddin akhirnya menulis buku baru yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. dan mendirikan tempat untuk anak yatim piatu yang ia persembahkan untuk Hayati.     
            Film Tenggelamnya Kapal Van Wick INi layak di tonton. Hal inin dikarenakan film ini beretemakan tenatng perjuangan dikala terepurukan. Merupakan terhadap kritik tentang adat suatu budaya yang tidak baik itu dapat membuat menderita seseorang. Di harapkannya film ini bisa memotivesi dikala jatuh itu harus bangun, jatuh bangun lagi dan merubah adat yang sudah tidak relevan lagi.   

Resensi Film Oleh : Luqman/ Tanggal 16 Februari 2019

No comments:

Post a Comment